0 Comments

Setelah hampir satu dekade sejak trilogi orisinalnya berakhir, DreamWorks Animation akhirnya kembali menghadirkan semesta How to Train Your Dragon dalam versi live-action pada tahun 2025. Film yang disutradarai oleh Dean DeBlois—yang juga berada di balik trilogi animasi legendaris sebelumnya—menjadi semacam “reimajinasi” dari kisah klasik Hiccup dan Toothless, dengan pendekatan visual yang lebih realistis namun tetap setia pada esensi emosional dari waralaba aslinya.

Kembali ke Berk, Tapi dengan Wajah Baru

Versi 2025 dari How to Train Your Dragon bukanlah sekuel atau spin-off, melainkan adaptasi ulang dari film pertama tahun 2010. Namun alih-alih hanya menjadi versi “hidup” dari film animasi, film ini menyuguhkan pendekatan naratif yang lebih dalam dan emosional. Penonton diajak kembali ke desa Berk, tempat para Viking hidup berdampingan dengan ancaman serangan naga—hingga seorang pemuda kurus bernama Hiccup menemukan bahwa tidak semua naga layak ditakuti.

Dalam versi ini, Hiccup diperankan oleh Mason Thames, yang berhasil membawa karakter ini ke level kematangan emosional yang lebih kuat. Sementara Toothless, naga Night Fury legendaris, dihidupkan melalui efek visual CGI yang sangat realistis namun tetap mampu menampilkan ekspresi yang lembut dan menggemaskan. Interaksi antara keduanya menjadi inti emosional film ini, dan berhasil membuat penonton tenggelam dalam ikatan persahabatan mereka.

Visual Memukau, Dunia Naga yang Nyata

Salah satu kekuatan terbesar film ini adalah pencapaian visualnya. Dunia Berk tampil begitu hidup dengan latar alam yang megah, dari tebing curam hingga gua tersembunyi tempat para naga bersembunyi. CGI dalam menciptakan karakter naga tidak hanya menawan secara teknis, tetapi juga berhasil membuat mereka terasa seperti makhluk nyata dengan kepribadian berbeda-beda.

Toothless sendiri menjadi bintang utama dalam hal visual. Gerakan, sorot mata, hingga gestur tubuhnya menciptakan emosi yang bisa dirasakan, tanpa perlu dialog apa pun. Ini menunjukkan keahlian tim efek visual DreamWorks dalam menggabungkan teknologi dan storytelling.

Alur Cerita yang Lebih Gelap dan Dewasa

Meskipun mengikuti garis besar cerita orisinal—Hiccup yang melukai naga, kemudian berteman dengannya, dan akhirnya menantang tradisi kaumnya—versi 2025 ini mengangkat nuansa yang lebih gelap. Ada lebih banyak penekanan pada konflik batin, trauma keluarga, dan pertanyaan filosofis tentang kekuasaan, keberanian, serta perbedaan.

Karakter Stoick the Vast (ayah Hiccup) yang diperankan oleh aktor senior Gerard Butler tampil lebih kompleks, tidak hanya sebagai figur otoritas, tetapi juga sebagai ayah yang terjebak antara tradisi dan kasih sayang.

Musik dan Nuansa Emosional

Skor musik yang dikerjakan oleh John Powell, sang komposer orisinal, kembali memainkan peran penting. Lagu-lagu tema seperti “Forbidden Friendship” dan “Test Drive” dihadirkan ulang dalam aransemen yang lebih megah dan emosional. Musik menjadi jembatan yang sempurna antara visual dan perasaan penonton, terutama dalam adegan ikonik saat Hiccup dan Toothless terbang bersama untuk pertama kali.

Penilaian Akhir

How to Train Your Dragon (2025) bukan sekadar remake, melainkan bentuk penghormatan sekaligus pembaruan yang layak atas warisan film animasi legendarisnya. Film ini berhasil menangkap kembali keajaiban pertemanan, keberanian untuk menjadi berbeda, dan pentingnya memahami makhluk yang selama ini dianggap musuh.

Bagi generasi baru, film ini adalah pintu masuk yang menakjubkan ke dunia naga. Bagi penonton lama, ini adalah nostalgia yang dibalut kemegahan sinematik yang lebih dewasa.

Skor: 9/10 – Menggetarkan hati, memukau mata, dan menghidupkan kembali keajaiban sinema keluarga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts