Sutradara legendaris Indonesia, Garin Nugroho, kembali mencatatkan prestasi internasional dengan memperkenalkan proyek film terbarunya, Spirit of the Kantil (juga dikenal dengan judul Bedoyo), di ajang bergengsi Cannes Film Market 2025. Bersama sineas muda berbakat, Razka Robby Ertanto, Garin hadir untuk mempresentasikan proyek yang tengah dalam tahap pengembangan ini kepada para distributor, investor, dan festival programmer internasional.
Sinopsis Film
Spirit of the Kantil merupakan drama sensual yang berakar kuat pada tradisi mistik Jawa. Film ini mengisahkan sebuah segitiga cinta yang rumit di Indonesia pada tahun 1950-an, yang melibatkan tiga karakter utama:
- Adista: Seorang wanita kaya yang menguasai seni esoterik melalui bunga kantil.
- Citresa: Seorang penari bedoyo cantik yang lahir di bawah pohon kantil.
- Kripala: Suami Citresa yang merupakan seorang komposer yang sedang berjuang
Ketika Adista menarik Citresa ke dalam dunia ritual kuno, hubungan mereka semakin dalam, sementara Kripala terjerumus ke dalam kecemburuan dan amarah yang merusak. Film ini mengeksplorasi kekuatan yang mengatur keindahan dan kepemilikan dalam dunia esoteris ritual dan metafisika Jawa.
Peran Garin Nugroho dan Razka Robby Ertanto
Garin Nugroho bertindak sebagai penulis naskah sekaligus produser dalam film ini. Sementara itu, kursi sutradara dipercayakan kepada Razka Robby Ertanto, yang sebelumnya dikenal melalui film Yohanna (2024) yang meraih kemenangan besar di Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF) 2024.
Proses Produksi dan Rencana Ke Depan
Film ini diproduksi oleh Summerland Film Production dengan estimasi biaya pengembangan sekitar US$30.000 dan total anggaran produksi mencapai sekitar US$1 juta. Tim produksi tengah berupaya menggalang dana melalui kombinasi modal swasta, hibah film, serta kerja sama produksi internasional. Proses syuting utama direncanakan akan dimulai pada Januari 2027.
Makna Budaya dan Kritik Sosial
Garin Nugroho menggambarkan proyek ini sebagai sebuah penghormatan terhadap warisan budaya Jawa sekaligus sebuah kritik terhadap kondisi masyarakat modern. Ia menyoroti secara paradoks Indonesia pada era 1950-an, yang sering dianggap sebagai masa tradisional. Namun, masa itu justru menunjukkan penghargaan yang lebih besar terhadap fleksibilitas gender dan kebebasan berekspresi dibandingkan norma sosial yang lebih kaku di zaman sekarang.
Dengan proyek ini, Garin kembali menegaskan perannya sebagai sosok penting dalam dunia perfilman Indonesia bahkan di kancah Asia Tenggara. Sebagai produser, Garin telah membantu melahirkan gelombang baru sineas Indonesia dengan mendukung film-film penting seperti Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak (2017) karya Mouly Surya dan Yang Terlihat dan Tak Terlihat (2017) karya Kamila Andini.
Dengan kombinasi antara tradisi, mistisisme, dan narasi yang kuat, Spirit of the Kantil diharapkan dapat menarik perhatian penonton global dan memperkuat posisi sinema Indonesia di dunia