🎬 Premis Cerita
Film ini — berdasarkan novel klasik Frankenstein; or, The Modern Prometheus karya Mary Shelley — memusatkan pada sosok pria ilmuwan, Victor Frankenstein (diperankan oleh Oscar Isaac) yang secara tak terkendali terdorong untuk menciptakan kehidupan dari kematian.
Victor, dalam versi del Toro, bukan sekadar ilmuwan ambisius: ia adalah figur yang haus kuasa, dipenuhi patah hati dan luka lama, yang melihat dirinya sebagai demi‑ilahi; pencipta dan pelindung. Kreasi Victor — sang “Makhluk”, diperankan oleh Jacob Elordi — bangkit dari tubuh‑tubuh mati, menyusuri dunia yang membencinya, dan mengajukan satu pertanyaan utama: siapa sebenarnya yang menjadi monster?
🔍 Inti Konflik: Obsesi Jadi Tuhan
Del Toro menghadirkan tema besar: ketika manusia berusaha mengambil peran Tuhan — menciptakan, memberi nafas, mengatur nasib — maka datanglah kehancuran. Victor berusaha mengatasi kematian, mematahkan batas‑alam, namun apa yang ia bangkitkan pun merefleksikan cerminan paling gelap dari ambisi manusia. Seperti ia sendiri berkata bahwa novel Shelley baginya adalah “Alkitab” — ia hidup bersama ide ini sejak kecil.
Makhluk itu bukan hanya monster secara fisik — ia adalah hasil dari kebutuhan pencipta untuk menguasai, bukan memahami; untuk memberi hidup, tapi gagal memberi makna, kasih, dan penerimaan. Inilah obsesi menjadi Tuhan yang tak dapat diterima begitu saja — ia memunculkan trauma, kerinduan, dan pemberontakan. Del Toro bahkan menegaskan: “Monsters hold the secrets I long for.” netflix.com
🌒 Struktur & Gaya Narasi
Film dibagi menjadi tiga bagian besar: sebuah pengantar di lautan beku (“Prelude”), kemudian dua bab tersendiri: “Victor’s Tale” dan “The Creature’s Tale”. netflix.com+1
Gaya visualnya khas del Toro: gotik, operatik, penuh warna bayangan dan tekstur — ruang laboratorium yang megah, lanskap es yang sunyi, tubuh‑tubuh yang direkatkan, dan nyala‑listrik yang mewakili kelahiran dari ambisi. The Criterion Collection
👥 Hubungan Pencipta & Ciptaan
Hubungan Victor dan makhluknya menjadi inti emosional cerita: ayah dan anak, pencipta dan ciptaan, yang masing‑masing mencari penerimaan dan kasih sayang. Namun ketika pencipta menolak konsekuensi dari ciptaannya, sang ciptaan menghadapi pertanyaan eksistensial: “Apakah aku hidup agar dicintai, atau untuk membalas dendam?” Film ini menggali dengan dalam bahwa kadang pencipta yang paling haus kasih adalah yang paling membuang ciptaannya. TOP FILM+1