Latar Belakang Konflik
Hubungan Thailand dan Kamboja memburuk di perbatasan mereka setelah serangkaian bentrokan bersenjata yang mulai memuncak pada Juli 2025. Pertempuran berlangsung selama beberapa hari dan menyebabkan puluhan orang tewas serta ratusan ribu mengungsi. 
Pemerintah kedua negara kemudian menempuh jalur dialog dengan bantuan dari pihak ketiga—diantaranya Malaysia yang menjadi tuan rumah pembicaraan, serta AS yang melalui Trump mengambil peran diplomatik yang cukup signifikan. 
Isi Kesepakatan Damai
Perjanjian yang ditandatangani di Kuala Lumpur menetapkan beberapa poin utama:
- Penghentian sementara atau pengurangan besar operasi militer berat di zona perbatasan.
- Pembebasan tahanan perang atau tahanan terkait konflik dari pihak Kamboja—Thailand setuju untuk melepas 18 tahanan sebagai bagian dari implementasi.
- Dukungan bagi penghapusan ranjau dan senjata berat di perbatasan, serta kerjasama dalam manajemen zona perbatasan untuk mencegah kembali terjadinya bentrokan.
- Penempatan tim pengamat dari kawasan (Association of Southeast Asian Nations / ASEAN) untuk memantau pelaksanaan perjanjian.
Peran Trump & Malaysia
Donald Trump, yang hadir dalam upacara penandatanganan, tampil sebagai mediator yang tak biasa: ia sebelumnya menekan kedua pemerintah untuk segera menghentikan konflik dengan mengaitkan masalah perdamaian dengan agenda dagang dan hubungan dengan AS. 
Sementara itu, negara tuan rumah, Malaysia — melalui Anwar Ibrahim sebagai Perdana Menteri dan Ketua ASEAN — juga memainkan peran fasilitasi penting. Anwar menyebut bahwa kesepakatan ini adalah “terobosan diplomasi” yang menunjukkan bahwa wilayah ini bisa menyelesaikan masalah internalnya melalui dialog. 
Kenapa Langkah Ini Penting
- Stabilitas regional: Konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja selama ini menjadi pemicu ketegangan yang bisa meluas—kesepakatan ini memberi sinyal bahwa kawasan Asia Tenggara mampu mengelola konflik sendiri.
- Diplomasi multi-aktor: Kehadiran aktor global seperti AS dalam mediasi, serta peran ASEAN dan Malaysia menunjukkan bahwa dilema regional kini memiliki dimensi internasional sekaligus lokal.
- Momentum ekonomi: Dengan meredam konflik, kedua negara membuka jalan bagi pemulihan ekonomi di wilayah perbatasan—yang selama konflik terhambat oleh pengungsian dan kerusakan infrastruktur.
- Penguatan lembaga pemantau: Kesepakatan mengandung elemen pengamatan dan kerjasama nyata dalam jangka menengah, bukan hanya gencatan senjata sementara.
Tantangan ke Depan
Namun, jalan menuju perdamaian tidak mudah. Beberapa tantangan yang masih mengintai:
- Pelaksanaan di lapangan: Kasus-kasus seperti klaim adanya ranjau baru atau penggunaan “senjata psikologis” masih dilaporkan antara kedua negara.
- Kepercayaan dua pihak: Setelah bentrokan dan luka historis, masyarakat perbatasan menaruh harapan tinggi namun skeptis—perlu waktu dan transparansi agar perdamaian benar-benar dirasakan.
- Peran aktor asing: Keterlibatan AS dan tekanan dari luar bisa dilihat sebagai dorongan positif, namun juga memunculkan pertanyaan tentang kedaulatan dan motif ekonomi yang tersembunyi.
- Konsistensi diplomasi regional: ASEAN dan negara-anggota harus memastikan tidak ada konflik-tertinggal yang bisa terulang-ulang tanpa penyelesaian menyeluruh.
 
	         
    
                                                                 
    
                                                                