0 Comments

Adaptasi karya sastra ke layar lebar sering kali memerlukan pendekatan kreatif agar cerita tetap relevan dan menyentuh penonton lokal. Hal ini pula yang dilakukan oleh penulis novel “Panggil Aku Ayah” dalam proses adaptasi film Pawn untuk versi Indonesia. Lewat sejumlah siasat cerdas, penulis berhasil menghidupkan narasi dan karakter sehingga terasa autentik dan mengena bagi penonton Tanah Air.

Menghadirkan Cerita Universal dengan Sentuhan Lokal

“Pawn” adalah film asal Korea Selatan yang mengangkat kisah haru tentang hubungan ayah-anak di tengah konflik sosial dan ekonomi. Saat mengadaptasi ke Indonesia, penulis menyadari bahwa tidak cukup hanya menerjemahkan dialog atau latar cerita secara literal. Ia harus menyesuaikan aspek budaya, bahasa, hingga nuansa emosional yang bisa diterima oleh masyarakat Indonesia.

Oleh karena itu, siasat utama yang diterapkan adalah mengadaptasi konteks sosial dan budaya secara mendalam, termasuk penggantian latar tempat ke kota-kota besar di Indonesia dan penggunaan bahasa sehari-hari yang lebih akrab di telinga penonton lokal.

Penokohan yang Lebih Dekat dengan Realitas Indonesia

Penulis “Panggil Aku Ayah” juga memperhatikan bagaimana karakter utama dibentuk ulang agar sesuai dengan tipikal dan kebiasaan masyarakat Indonesia. Misalnya, sosok ayah dalam versi Indonesia tidak hanya digambarkan sebagai sosok pelindung, tetapi juga memegang nilai kekeluargaan yang kuat, dengan konflik batin yang lebih personal.

Sisi emosional ini sengaja diperdalam agar penonton bisa merasakan kedekatan, bukan sekadar melihat kisah dramatis dari jauh. Pendekatan ini memperkuat pesan utama film tentang arti pengorbanan dan cinta keluarga.

Menjaga Esensi Asli tanpa Kehilangan Identitas Lokal

Meski melakukan penyesuaian, penulis tetap berupaya menjaga esensi cerita asli “Pawn”—seperti perjuangan dan harapan yang universal. Namun, ia memastikan bahwa identitas lokal tetap melekat, sehingga film ini tidak terkesan sebagai sekadar tiruan, melainkan karya yang berdiri sendiri dengan keunikan budaya Indonesia.

Tantangan dalam Adaptasi

Proses adaptasi bukan tanpa tantangan. Penulis harus cermat memilih elemen-elemen yang layak dipertahankan dan mana yang perlu diubah agar tetap relevan. Misalnya, dinamika hukum dan sosial di Korea yang berbeda dengan Indonesia memerlukan perubahan alur cerita agar logis dan bisa diterima penonton.

Selain itu, menghindari klise dan stereotip juga menjadi perhatian utama agar film ini bisa diterima sebagai karya berkualitas, bukan sekadar remake biasa.

Respons Penonton dan Kritik

Sejauh ini, adaptasi ini mendapat sambutan positif dari penonton dan kritikus film Indonesia. Banyak yang memuji bagaimana “Panggil Aku Ayah” mampu menghadirkan kisah emosional yang kuat dengan nuansa lokal yang kental. Keterlibatan penulis asli dalam proses adaptasi juga diapresiasi sebagai upaya serius menjaga kualitas dan orisinalitas cerita.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Posts