Los Angeles, 9 Juni 2025 — Persaingan ketat box office musim panas kembali memanas, namun hasilnya cukup mengejutkan. Film animasi klasik yang dihidupkan kembali, Lilo & Stitch, masih bertahan kokoh di puncak tangga box office Amerika Utara, mengalahkan pesaing barunya, Ballerina, sebuah film drama-tari berbalut visual menawan yang sempat diprediksi bakal merebut perhatian pasar.
Selama akhir pekan pembukaannya, Ballerina, yang dibintangi oleh rising star Florence Pugh dan diarahkan sutradara pemenang BAFTA, Luca Guadagnino, hanya mampu mengumpulkan pendapatan domestik sebesar $21 juta. Angka ini cukup solid untuk genre drama, namun belum cukup untuk menggeser Lilo & Stitch yang masih bertahan dengan tambahan $28 juta di pekan ketiganya—membawa total pendapatan globalnya melewati angka $400 juta.
Kekuatan Nostalgia dan Keluarga
Keberhasilan Lilo & Stitch versi live-action bukan hanya karena visual memukau dan jajaran aktor muda berbakat seperti Keala Settle dan Jacob Tremblay, tapi juga karena kekuatan nostalgia. Film ini menargetkan dua generasi sekaligus: anak-anak masa kini dan orang dewasa yang tumbuh besar bersama versi animasi orisinal tahun 2002.
“Ini bukan hanya soal kisah tentang alien lucu dan gadis kecil. Ini tentang keluarga yang rusak, lalu kembali dipersatukan oleh cinta dan penerimaan,” ujar produser eksekutif Jennifer Lee. “Penonton merasa film ini seperti pelukan hangat dari masa kecil mereka.”
Kombinasi antara humor ringan, pesan menyentuh, dan teknologi CGI mutakhir menjadikan Lilo & Stitch lebih dari sekadar remake biasa. Ia jadi pengalaman sinematik yang menghibur sekaligus menyentuh.
‘Ballerina’: Cantik, Tapi Belum Cukup
Di sisi lain, Ballerina menawarkan sinema yang sangat berbeda: kisah balerina muda berbakat dari Ukraina yang mencoba bertahan di tengah konflik dan tekanan dunia pertunjukan internasional. Sinematografi film ini menuai pujian luas—terutama adegan tari yang digarap sangat presisi dan penuh emosi.
Namun, secara komersial, film ini dinilai terlalu “arthouse” untuk pasar luas. Kritikus menyanjung penampilan Florence Pugh sebagai “brilian namun tragis”, namun sebagian penonton menganggap temponya lambat dan atmosfernya terlalu kelam.
“Ballerina adalah karya seni yang indah, tapi timing-nya kurang tepat,” ujar analis industri film, Marcus Ellington. “Saat penonton mencari pelarian ringan dan penuh warna, film ini menawarkan realitas yang terlalu dalam untuk dicerna di musim panas.”
Tren yang Kembali Terulang?
Ini bukan pertama kalinya film animasi keluarga mengalahkan drama dewasa di box office. Dalam dekade terakhir, dominasi genre keluarga dalam periode liburan dan musim panas memang sulit digoyang. Studio besar seperti Disney dan Illumination telah lama memahami bahwa film yang bisa dinikmati anak-anak dan orang tua sekaligus, cenderung mendulang lebih banyak keuntungan.
Namun para pencinta sinema tetap berharap film seperti Ballerina dapat menemukan kesuksesan jangka panjang melalui penghargaan, streaming, dan basis penggemar yang lebih khusus.